Stop Bilang “Maklum, Namanya Juga Anak-anak”! Justru Ini Waktu Krusial untuk Mendidiknya
Sumber: canva.com/dimaberlinphotos

Parenting / 30 July 2024

Kalangan Sendiri

Stop Bilang “Maklum, Namanya Juga Anak-anak”! Justru Ini Waktu Krusial untuk Mendidiknya

Claudia Jessica Official Writer
629

Baru-baru ini seorang netizen menceritakan tentang ketidaknyamanan yang dialaminya di sebuah tempat makan. Hal itu disebabkan oleh perilaku anak kecil yang mengambil makanannya tanpa bilang-bilang.

Mereka tidak saling kenal, dan yang membuatnya merasa lebih jengkel adalah anak tersebut mengambil cemilannya saat ia pergi. Bukannya diberitahu oleh orang tuanya untuk meminta maaf, sang ibu justru berkata, “Maaf ya mba. Maklum, namanya juga anak kecil.”

Merasa jengkel dengan respon orang tua yang tidak bisa mendisiplinkan anaknya, netizen tersebut berusaha melindungi dimsum miliknya.

Rupaya sang anak menyukai dimsum yang ia ambil dari orang yang tak dikenal, dan hendak mengambilnya lagi tanpa dicegah orang tuanya. Sang ibu justru mengatakan, “Mba, anak saya ternyata suka dimsumnya, boleh ya minta lagi?”

Kalimat itu tentu saja membuat netizen tersebut tambah geram sehingga menuang dimsum miliknya ke mangkok baksonya dan berkata tidak ada lagi dimsum yang tersisa untuk dibagikan.

Pemakluman yang Berdampak Negatif

Anak-anak bagaikan tanah liat yang mudah dibentuk. Anak-anak usia dini adalah periode krusial bagi kita sebagai orang tua untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan apa yang baik dan yang tidak berkenan.

Oleh karena itu, janganlah kita terjebak dalam pembenaran 'Namanya juga anak kecil', karena hal ini dapat menghambat pertumbuhan karakter anak.

Dampak buruk anak yang dimaklumi saat berbuat salah:

1. Anak tumbuh dengan etika yang buruk

Menormalisasi kesalahan anak dengan pemakluman seperti "namanya juga anak-anak" bisa membuat anak tumbuh dengan etika yang buruk. Anak-anak yang tidak diajarkan batasan antara benar dan salah akan merasa bahwa perilaku buruk mereka adalah sesuatu yang wajar. Hal ini bisa membuat mereka tidak memiliki sopan santun dan berperilaku tidak pantas dalam lingkungan sosial.

Contohnya, seorang anak yang dibiarkan melompat-lompat di sofa saat bertamu ke rumah orang lain tanpa diarahkan bahwa hal tersebut tidak sopan. Ini menunjukkan pentingnya mendidik anak tentang etika sejak dini, bukan memaklumi perilaku buruk mereka.

2. Anak kesulitan berempati dengan sekitarnya

Anak-anak yang tidak pernah diajarkan untuk memahami benar dan salah akan kesulitan untuk berempati. Mereka akan bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan perasaan atau kebutuhan orang lain. Pembelaan orang tua dengan dalih "namanya juga masih anak-anak" dapat memperburuk situasi ini.

Empati tidak muncul secara otomatis, tetapi harus dibentuk melalui pendidikan dan contoh langsung dari orang tua. Proses ini harus dimulai sejak usia dini dan membutuhkan peran aktif orang tua dalam membimbing anak.

3. Anak tidak bisa menghargai orang lain dan selalu merasa benar

Anak-anak yang sering mendengar kalimat "namanya juga masih anak-anak" ketika mereka melakukan kesalahan mungkin akan tumbuh menjadi individu yang kurang menghargai orang lain. Mereka akan merasa selalu benar dan cenderung menyalahkan orang lain saat terjadi masalah.

Ini bisa berdampak buruk pada kepribadian anak dan menyebabkan mereka kesulitan berinteraksi dengan orang lain di masa dewasa. Sikap selalu merasa benar ini dapat menghambat mereka dalam membangun hubungan yang sehat dan positif dengan orang lain.

 

Baca halaman selanjutnya →

Sumber : jawaban.com
Halaman :
12Tampilkan Semua

Ikuti Kami